ketentuan umum
Di antara angka 10 dan angka 11 Pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 10a, ketentuan angka 14, angka 15, dan angka 47 Pasal 1 dihapus, ketentuan angka 18 Pasal 1 diubah, di antara angka 18 dan angka 19 Pasai 1 disisipkan 2 (dua) angka, yakni angka 18a dan angka 18b, di antara angka 29 dan angka 30 Pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 29a, ketentuan angka 12, angka 27, angka 32, angka 33, angka 35, dan angka 50 Pasal 1 diubah, serta ditambahkan 1 (satu) angka yakni angka 54, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
1. |
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil pekerjaan.
|
2. |
Kementerian Negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
|
3. |
Lembaga adalah organisasi non-Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau peraturan perundang-undangan lainnya.
|
4. |
Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
|
5. |
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
|
6. |
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
|
7. |
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah.
|
8. |
Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.
|
9. |
Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBD yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah.
|
10. |
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.
|
10a. |
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disebut PPTK adalah pejabat pada Unit Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya. Perpres 12/2021
|
11. |
Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa.
|
12. |
Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh kepala UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia. |
13. |
Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing.
|
14. | |
15. | |
16. |
Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan. |
17. |
Penyelenggara Swakelola adalah Tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola. |
18. |
Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah Aparatur Sipil Negara dan Non-Aparatur Sipil Negara yang bekerja di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Perpres 12/2021
|
18a. |
Pejabat fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah Aparatur Sipil Negara yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa. Perpres 12/2021
|
18b. |
Personel selain Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Personel Lainnya adalah Aparatur Sipil Negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk rnelaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa. Perpres 12/2021
|
19. |
Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah. |
20. |
E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa adalah pasar elektronik yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa pemerintah. |
21. |
Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah layanan pengelolaan teknologi informasi untuk memfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik. |
22. |
Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah. |
23. |
Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjakan sendiri oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah, Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain, organisasi kemasyarakatan, atau kelompok masyarakat. |
24. |
Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. |
25. |
Kelompok Masyarakat adalah kelompok masyarakat yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa dengan dukungan anggaran belanja dari APBN/APBD. |
26. |
Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia adalah cara memperoleh barang/jasa yang disediakan oleh Pelaku Usaha. |
27. |
Pelaku Usaha adalah badan usaha atau perseorang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. Perpres 12/2021
|
28. |
Penyedia Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Penyedia adalah Pelaku Usaha yang menyediakan barang/jasa berdasarkan kontrak. |
29. |
Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan oleh Pengguna Barang. |
29a. |
Produk adalah barang yang dibuat atau jasa yang dihasilkan oleh Pelaku Usaha. Perpres 12/2021
|
30. |
Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan. |
31. |
Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir. |
32. |
Jasa Lainnya adalah jasa nonkonsultansi atau jasa yang membutuhkan peralatan, metodologi khusus, dan/atau keterampilan dalam suatu sistem tata kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha untuk menyelesaikan suatu Pekerjaan. Perpres 12/2021
|
33. |
Harga Perkiraan Sendiri yang selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan oleh PPK yang telah memperhitungkan biaya tidak langsung, keuntungan dan Pajak Pertambahan Nilai. Perpres 12/2021
|
34. |
Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. |
35. |
Pembelian secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa meialui sistem katalog elektronik atau toko daring. Perpres 12/2021
|
36. |
Tender adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya. |
37. |
Seleksi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi. |
38. |
Tender/Seleksi Internasional adalah pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan peserta pemilihan dapat berasal dari pelaku usaha nasional dan pelaku usaha asing. |
39. |
Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu. |
40. |
Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). |
41. |
Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
42. |
E-reverse Auction adalah metode penawaran harga secara berulang. |
43. |
Dokumen Pemilihan adalah dokumen yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia. |
44. |
Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola. |
45. |
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. |
46. |
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. |
47. | |
48. |
Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan adalah jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh Bank Umum/ Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi/lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia. |
49. |
Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti Pengadaan Barang/Jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu. |
50. |
Pengadaan Berkelanjutan adalah Pengadaan Barang/Jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara ekonomis tidak hanya untuk Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial dalam keseluruhan siklus penggunaannya. Perpres 12/2021
|
51. |
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa yang menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis. |
52. |
Keadaan Kahar adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi. |
53. |
Kepala Lembaga adalah Kepala LKPP. |
54. |
Toko Dalam Jaringan yang selanjutnya disebut Toko Daring adalah sistem informasi yang memfasilitasi Pengadaan Barang Jasa melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik dan ritel daring. Perpres 12/2021
|
a. |
Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD; |
b. |
Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari pinjaman dalam negeri dan/atau hibah dalam negeri yang diterima oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah; dan/atau |
c. |
Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBN/APBD sebagaimana dimaksud pada huruf a termasuk Pengadaan Barang/Jasa yang sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri. |
(1) |
Pengadaan Barang/Jasa dalam Peraturan Presiden ini meliputi:
|
||||||||
(2) |
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara terintegrasi. |
||||||||
(3) |
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
|
tujuan, kebijakan, prinsip, dan etika pengadaan barang/jasa
tujuan pengadaan barang/jasa
Ketentuan huruf a, huruf c, huruf g, dan huruf h Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
a. |
menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi, dan Penyedia; Perpres 12/2021
|
b. |
meningkatkan penggunaan produk dalam negeri; |
c. |
meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi; Perpres 12/2021
|
d. |
meningkatkan peran pelaku usaha nasional; |
e. |
mendukung pelaksanaan penelitian dan pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian; |
f. |
meningkatkan keikutsertaan industri kreatif; |
g. |
mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan kesempatan berusaha; dan Perpres 12/2021
|
h. |
meningkatkan Pengadaan Berkelanjutan. Perpres 12/2021
|
kebijakan pengadaan barang/jasa
a. |
meningkatkan kualitas perencanaan Pengadaan Barang/Jasa; |
b. |
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang lebih transparan, terbuka, dan kompetitif; |
c. |
memperkuat kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia Pengadaan Barang/Jasa; |
d. |
mengembangkan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa; |
e. |
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, serta transaksi elektronik; |
f. |
mendorong penggunaan barang/jasa dalam negeri dan Standar Nasional Indonesia (SNI); |
g. |
memberikan kesempatan kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah; |
h. |
mendorong pelaksanaan penelitian dan industri kreatif; dan |
i. |
melaksanakan Pengadaan Berkelanjutan. |
prinsip pengadaan barang/jasa
a. |
efisien; |
b. |
efektif; |
c. |
transparan; |
d. |
terbuka; |
e. |
bersaing; |
f. |
adil; dan |
g. |
akuntabel. |
etika pengadaan barang/jasa
(1) |
Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi etika sebagai berikut:
|
||||||||||||||||
(2) |
Pertentangan kepentingan pihak yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dalam hal:
|
pelaku pengadaan barang/jasa
pelaku pengadaan barang/jasa
Ketentuan huruf g Pasal 8 dihapus, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
a. |
PA; |
b. |
KPA; |
c. |
PPK; |
d. |
Pejabat Pengadaan; |
e. |
Pokja Pemilihan; |
f. |
Agen Pengadaan; |
g. | |
h. |
Penyelenggara Swakelola; dan |
i. |
Penyedia. |
pengguna anggaran
Di antara huruf f dan huruf g ayat (1) Pasal 9 disisipkan 1 (satu) huruf yakni huruf f1, Pasal 9 ayat (1) huruf i dihapus, serta ketentuan ayat (3) Pasal 9 diubah, sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki tugas dan kewenangan:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
PA untuk pengelolaan APBN dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
PA untuk pengelolaan APBD dapat melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f1 kepada KPA. Perpres 12/2021
|
kuasa pengguna anggaran
Ketentuan ayat (5) Pasal 10 diubah, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b melaksanakan pendelegasian sesuai dengan pelimpahan dari PA. |
||||
(2) |
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA berwenang menjawab Sanggah Banding peserta Tender Pekerjaan Konstruksi |
||||
(3) |
KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terkait dengan:
|
||||
(4) |
KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. |
||||
(5) |
KPA pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, dapat merangkap sebagai PPK. Perpres 12/2021
|
pejabat pembuat komitmen
Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA, meliputi:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Dalam hal tidak ada penetapan PPK pada Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf m. |
||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
PPTK yang melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi persyaratan kompetensi PPK. |
pejabat pengadaan
a. |
melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung; |
b. |
melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); |
c. |
melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan |
d. |
melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). |
kelompok kerja pemilihan
Ketentuan huruf a ayat (1) dan ayat (4) Pasal 13 diubah, serta huruf b ayat (1) Pasal 13 dihapus, sehingga Pasal 13 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Pokja Pemilihan dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e memiliki tugas:
|
||||||
(2) |
Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan 3 (tiga) orang. |
||||||
(3) |
Dalam hal berdasarkan pertimbangan kompleksitas pemilihan Penyedia, anggota Pokja Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambah sepanjang berjumlah gasal. |
||||||
(4) |
Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh tim ahli atau tenaga ahli. Perpres 12/2021
|
agen pengadaan
(1) |
Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf f dapat melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. |
(2) |
Pelaksanaan tugas Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mutatis mutandis dengan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK. |
(3) |
Pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dan/atau PPK dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai Agen Pengadaan diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. |
pejabat/panitia pemeriksa hasil pekerjaan
Pasal 15 dihapus.
|
PjPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
|
PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf g memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
penyelenggara swakelola
Ketentuan Pasal 16 ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat (5), sehingga Pasal 16 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf h terdiri atas Tim Persiapan, Tim Pelaksana, dan/atau Tim Pengawas. |
(2) |
Tim Persiapan memiliki tugas menyusun sasaran, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan rencana biaya. |
(3) |
Tim Pelaksana memiliki tugas melaksanakan, mencatat, mengevaluasi, dan melaporkan secara berkala kemajuan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran. |
(4) |
Tim Pengawas memiliki tugas mengawasi persiapan dan pelaksanaan fisik maupun administrasi Swakelola. |
(5) |
Penyelenggara Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Perpres 12/2021
|
penyedia
(1) |
Penyedia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i wajib memenuhi kualifikasi sesuai dengan barang/jasa yang diadakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||
(2) |
Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas:
|
perencanaan pengadaan
perencanaan pengadaan
(1) |
Perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa. |
||||||||||
(2) |
Perencanaan pengadaan yang dananya bersumber dari APBN dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) setelah penetapan Pagu Indikatif. |
||||||||||
(3) |
Perencanaan Pengadaan yang dananya bersumber dari APBD dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA Perangkat Daerah) setelah nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS). |
||||||||||
(4) |
Perencanaan pengadaan terdiri atas:
|
||||||||||
(5) |
Perencanaan pengadaan melalui Swakelola meliputi:
|
||||||||||
(6) |
Tipe Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a terdiri atas:
|
||||||||||
(7) |
Perencanaan pengadaan melalui Penyedia meliputi:
|
||||||||||
(8) |
Hasil perencanaan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dimuat dalam RUP. |
spesifikasi teknis/kerangka acuan kerja
Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
PPK dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK barang/jasa menggunakan:
|
||||||||
(2) |
Dalam menyusun spesifikasi teknis/KAK dimungkinkan penyebutan merek terhadap:
|
||||||||
(3) |
Pemenuhan penggunaan produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sepanjang tersedia. |
||||||||
(4) |
Produk ramah lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, menggunakan barang dan jasa yang berlabel ramah lingkungan hidup. |
pemaketan pengadaan barang/jasa
(1) |
Pemaketan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan dengan berorientasi pada:
|
||||||||||
(2) |
Dalam melakukan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa, dilarang:
|
konsolidasi pengadaan barang/jasa
(1) |
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan pada tahap perencanaan pengadaan, persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, dan/atau persiapan pemilihan Penyedia. |
(2) |
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh PA/KPA/PPK dan/atau UKPBJ. |
pengumuman rencana umum pengadaan
(1) |
Pengumuman RUP Kementerian/Lembaga dilakukan setelah penetapan alokasi anggaran belanja. |
(2) |
Pengumuman RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. |
(3) |
Pengumuman RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP). |
(4) |
Pengumuman RUP melalui SIRUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditambahkan dalam situs web Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, surat kabar, dan/atau media lainnya. |
(5) |
Pengumuman RUP dilakukan kembali dalam hal terdapat perubahan/revisi paket pengadaan atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)/Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). |
persiapan pengadaan barang/jasa
persiapan swakelola
(1) |
Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB. |
||||||||
(2) |
Penetapan sasaran pekerjaan Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PA/KPA. |
||||||||
(3) |
Penetapan Penyelenggara Swakelola dilakukan sebagai berikut:
|
||||||||
(4) |
Rencana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK dengan memperhitungkan tenaga ahli/peralatan/bahan tertentu yang dilaksanakan dengan Kontrak tersendiri. |
||||||||
(5) |
Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat digunakan dalam pelaksanaan Swakelola tipe I dan jumlah tenaga ahli tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Tim Pelaksana. |
||||||||
(6) |
Hasil persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam KAK kegiatan/subkegiatan/output. |
||||||||
(7) |
Rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok Masyarakat dievaluasi dan ditetapkan oleh PPK. |
(1) |
Biaya Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola dihitung berdasarkan komponen biaya pelaksanaan Swakelola. |
(2) |
PA dapat mengusulkan standar biaya masukan/keluaran Swakelola kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau kepala daerah. |
persiapan pengadaan barang/jasa melalui penyedia
a. |
menetapkan HPS; |
b. |
menetapkan rancangan kontrak; |
c. |
menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau |
d. |
menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga |
Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) huruf c Pasal 26 diubah, serta Pasal 26 ayat (4) dihapus, sehingga Pasal 26 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
HPS dihitung secara keahlian dan menggunakan data yang dapat dipertanggungjawabkan. |
||||||
(2) |
Nilai HPS bersifat tidak rahasia. Perpres 12/2021
|
||||||
(3) |
Rincian HPS bersifat rahasia. Perpres 12/2021
|
||||||
(4) | |||||||
(5) |
HPS digunakan sebagai:
|
||||||
(6) |
HPS tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara. |
||||||
(7) |
Penyusunan HPS dikecualikan untuk Pengadaan Barang/Jasa dengan Pagu Anggaran paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), E-purchasing, dan Tender pekerjaan terintegrasi. |
||||||
(8) |
Penetapan HPS paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir untuk:
|
Ketentuan Pasal 27 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Jenis Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Lainnya terdiri atas:
|
||||||||||
(2) |
Jenis Kontrak Pengadaan Pekerjaan Konstruksi terdiri atas:
|
||||||||||
(3) |
Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi nonkonstruksi terdiri atas:
|
||||||||||
(4) |
Jenis Kontrak Pengadaan Jasa Konsultansi Konstruksi terdiri atas:
|
||||||||||
(5) |
Kontrak Lumsum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ayat (2) huruf a, ayat (3) huruf a, dan ayat (4) huruf a merupakan Kontrak dengan ruang lingkup pekerjaan dan jumlah harga yang pasti dan tetap dalam batas waktu tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||
(6) |
Kontrak Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan harga satuan yang tetap untuk setiap satuan atau unsur pekerjaan dengan spesifikasi teknis tertentu atas penyelesaian seluruh pekerjaan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||
(7) |
Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga Satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya gabungan Lumsum dan Harga Satuan dalam 1 (satu) pekerjaan yang diperjanjikan; |
||||||||||
(8) |
Kontrak Payung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan ayat (3) huruf c dapat berupa kontrak harga satuan dalam periode waktu tertentu untuk barang/jasa yang belum dapat ditentukan volume dan/atau waktu pengirimannya pada saat Kontrak ditandatangani. |
||||||||||
(9) |
Kontrak Putar Kunci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan suatu perjanjian mengenai pembangunan suatu proyek dalam hal Penyedia setuju untuk membangun proyek tersebut secara lengkap sampai selesai termasuk pemasangan semua perlengkapannya sehingga proyek tersebut siap dioperasikan atau dihuni. |
||||||||||
(10) |
Kontrak Biaya Plus Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan ayat (2) huruf e merupakan jenis Kontrak yang digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam rangka penanganan keadaan darurat dengan nilai Kontrak merupakan perhitungan dari biaya aktual ditambah imbalan dengan persentase tetap atas biaya aktual atau imbalan dengan jumlah tetap. |
||||||||||
(11) |
Kontrak berdasarkan Waktu Penugasan Sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan ayat (4) huruf b merupakan Kontrak Jasa Konsultansi untuk pekerjaan yang ruang lingkupnya belum bisa didefinisikan dengan rinci dan/atau waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan belum bisa dipastikan. |
||||||||||
(12) |
Kontrak Tahun Jamak merupakan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dilakukan setelah mendapatkan persetujuan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat berupa:
|
Di antara Pasal 27 dan 28 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 27A, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
PPK dapat menggunakan selain jenis Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sesuai dengan karakteristik pekerjaan yang akan dilaksanakan. |
(2) |
PPK dalam menetapkan jenis Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan prinsip efisien, efektif dan tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. |
Ketentuan ayat (1) huruf c, ayat (4), ayat (6) dan ayat (7) Pasal 28 diubah, sehingga Pasal 28 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Bentuk Kontrak terdiri atas:
|
||||||||||
(2) |
Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). |
||||||||||
(3) |
Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). |
||||||||||
(4) |
Surat perintah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Perpres 12/2021
|
||||||||||
(5) |
Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
||||||||||
(6) |
Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa melalui E-purchasing. Perpres 12/2021
|
||||||||||
(7) |
Ketentuan mengenai bukti pendukung untuk masing-masing bentuk Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri. Perpres 12/2021
|
(1) |
Uang muka dapat diberikan untuk persiapan pelaksanaan pekerjaan. |
||||||
(2) |
Uang muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(3) |
Pemberian uang muka dicantumkan pada rancangan kontrak yang terdapat dalam Dokumen Pemilihan. |
Ketentuan ayat (2) dan ayat (7) Pasal 30 diubah, serta di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Jaminan Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
|
||||||||||
(2) |
Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara terintegrasi. Perpres 12/2021
|
||||||||||
(2a) |
Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya untuk pengadaan Pekerjaan Konstruksi. Perpres 12/2021
|
||||||||||
(3) |
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bank garansi atau surety bond. |
||||||||||
(4) |
Bentuk Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat:
|
||||||||||
(5) |
Pengadaan Jasa Konsultansi tidak diperlukan Jaminan Penawaran, Jaminan Sanggah Banding, Jaminan Pelaksanaan, dan Jaminan Pemeliharaan. |
||||||||||
(6) |
Jaminan dari Bank Umum, Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dapat digunakan untuk semua jenis Jaminan. |
||||||||||
(7) |
Perusahaan Penjaminan, Perusahaan Asuransi, dan lembaga keuangan khusus yang menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong ekspor Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan Perusahaan Penerbit Jaminan yang memiliki izin usaha dan pencatatan produk suretyship di Otoritas Jasa Keuangan. Perpres 12/2021
|
Ketentuan Pasal 31 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) diberlakukan untuk nilai HPS paling sedikit di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). |
(2) |
Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai HPS. |
(3) |
Pengadaan Barang/Jasa yang dilakukan secara terintegrasi, Jaminan Penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) besarnya antara 1% (satu persen) hingga 3% (tiga persen) dari nilai Pagu Anggaran. |
Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai HPS. |
(2) |
Untuk Pekerjaan Konstruksi terintegrasi, Jaminan Sanggah Banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2a) besarnya 1% (satu persen) dari nilai Pagu Anggaran. |
Ketentuan huruf a ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Pasal 33 diubah, sehingga Pasal 33 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf c diberlakukan untuk Kontrak Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). |
||||
(2) |
Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan, dalam hal:
|
||||
(3) |
Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan sebagai berikut: Perpres 12/2021
|
||||
(4) |
Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan untuk pekerjaan terintegrasi sebagai berikut: Perpres 12/2021
|
||||
(5) |
Jaminan Pelaksanaan berlaku sampai dengan serah terima pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi. |
(1) |
Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d diserahkan Penyedia kepada PPK senilai uang muka. |
(2) |
Nilai Jaminan Uang Muka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertahap dapat dikurangi secara proporsional sesuai dengan sisa uang muka yang diterima. |
(1) |
Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf e diberlakukan untuk Pekerjaan Konstruksi atau Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan, dalam hal Penyedia menerima uang retensi pada serah terima pekerjaan pertama (Provisional Hand Over). |
(2) |
Jaminan Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembalikan 14 (empat belas) hari kerja setelah masa pemeliharaan selesai. |
(3) |
Besaran nilai Jaminan Pemeliharaan sebesar 5% (lima persen) dari nilai kontrak. |
(1) |
Sertifikat Garansi diberikan terhadap kelaikan penggunaan barang hingga jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan dalam Kontrak. |
(2) |
Sertifikat Garansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh produsen atau pihak yang ditunjuk secara sah oleh produsen. |
(1) |
Penyesuaian harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||
(2) |
Persyaratan dan tata cara penghitungan penyesuaian harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
Ketentuan ayat (2) dan ayat (6) Pasal 38 diubah, serta ditambahkan 1 (satu) huruf pada ayat (5), yakni huruf i, sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas:
|
||||||||||||||||||
(2) |
E-purchasing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik atau Toko Daring. Perpres 12/2021
|
||||||||||||||||||
(3) |
Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). |
||||||||||||||||||
(4) |
Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam keadaan tertentu. |
||||||||||||||||||
(5) |
Kriteria Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya untuk keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
|
||||||||||||||||||
(6) |
Tender Cepat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam hal Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia untuk pengadaan yang: Perpres 12/2021
|
||||||||||||||||||
(7) |
Tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilaksanakan dalam hal tidak dapat menggunakan metode pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d. |
Ketentuan ayat (3) Pasal 39 diubah, sehingga Pasal 39 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Metode evaluasi penawaran Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan:
|
||||||
(2) |
Metode evaluasi Sistem Nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan penilaian teknis dan harga. |
||||||
(3) |
Metode evaluasi Penilaian Biaya Selama Umur Ekonomis digunakan untuk Pengadaan Barang yang memperhitungkan faktor umur ekonomis, harga, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan nilai sisa dalam jangka waktu operasi tertentu. Perpres 12/2021
|
||||||
(4) |
Metode evaluasi Harga Terendah digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dalam hal harga menjadi dasar penetapan pemenang di antara penawaran yang memenuhi persyaratan teknis. |
(1) |
Metode penyampaian dokumen penawaran dalam pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dilakukan dengan:
|
||||||||
(2) |
Metode satu file digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang menggunakan metode evaluasi Harga Terendah. |
||||||||
(3) |
Metode dua file digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memerlukan penilaian teknis terlebih dahulu. |
||||||||
(4) |
Metode dua tahap digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
|
Ketentuan ayat (5) Pasal 41 ditambahkan 4 (empat) huruf yakni huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, sehingga Pasal 41 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Metode pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi terdiri atas:
|
||||||||||||||||
(2) |
Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
||||||||||||||||
(3) |
Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi yang bernilai sampai dengan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). |
||||||||||||||||
(4) |
Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan untuk Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu. |
||||||||||||||||
(5) |
Kriteria Jasa Konsultansi dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
|
||||||||||||||||
(6) |
Dalam hal dilakukan Penunjukan Langsung untuk Penyedia Jasa Konsultansi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d, diberikan batasan paling banyak 2 (dua) kali. |
(1) |
Metode evaluasi penawaran Penyedia Jasa Konsultansi dilakukan dengan:
|
||||||||
(2) |
Metode evaluasi Kualitas dan Biaya digunakan untuk pekerjaan yang ruang lingkup pekerjaan, jenis tenaga ahli, dan waktu penyelesaian pekerjaan dapat diuraikan dengan pasti dalam KAK. |
||||||||
(3) |
Metode evaluasi Kualitas digunakan untuk pekerjaan yang ruang lingkup pekerjaan, jenis tenaga ahli, dan waktu penyelesaian pekerjaan tidak dapat diuraikan dengan pasti dalam KAK atau untuk pekerjaan Penyedia Jasa Konsultansi Perorangan. |
||||||||
(4) |
Metode evaluasi Pagu Anggaran hanya digunakan untuk ruang lingkup pekerjaan sederhana yang dapat diuraikan dengan pasti dalam KAK dan penawaran tidak boleh melebihi Pagu Anggaran |
||||||||
(5) |
Metode evaluasi Biaya Terendah hanya digunakan untuk pekerjaan standar atau bersifat rutin yang praktik dan standar pelaksanaan pekerjaannya sudah mapan. |
(1) |
Metode penyampaian dokumen penawaran pada pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi melalui Pengadaan Langsung dan Penunjukan Langsung menggunakan metode satu file. |
(2) |
Metode penyampaian dokumen penawaran pada pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi melalui Seleksi menggunakan metode dua file. |
(1) |
Kualifikasi merupakan evaluasi kompetensi, kemampuan usaha, dan pemenuhan persyaratan sebagai Penyedia. |
||||||
(2) |
Kualifikasi dilakukan dengan pascakualifikasi atau prakualifikasi. |
||||||
(3) |
Pascakualifikasi dilaksanakan pada pelaksanaan pemilihan sebagai berikut:
|
||||||
(4) |
Kualifikasi pada pascakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan evaluasi penawaran dengan menggunakan metode sistem gugur. |
||||||
(5) |
Prakualifikasi dilaksanakan pada pelaksanaan pemilihan sebagai berikut:
|
||||||
(6) |
Kualifikasi pada prakualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sebelum pemasukan penawaran dengan menggunakan metode:
|
||||||
(7) |
Hasil prakualifikasi menghasilkan:
|
||||||
(8) |
Dalam hal Pelaku Usaha telah terkualifikasi dalam Sistem Informasi Kinerja Penyedia, tidak diperlukan pembuktian kualifikasi. |
||||||
(9) |
Pokja Pemilihan dilarang menambah persyaratan kualifikasi yang diskriminatif dan tidak objektif. |
||||||
(10) |
Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat kompleks sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a adalah pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang mempunyai risiko tinggi, memerlukan teknologi tinggi, menggunakan peralatan yang didesain khusus, dan/atau sulit mendefinisikan secara teknis bagaimana cara memenuhi kebutuhan dan tujuan Pengadaan Barang/Jasa. |
a. |
Dokumen Kualifikasi; dan |
b. |
Dokumen Tender/Seleksi/Penunjukan Langsung/ Pengadaan Langsung. |
pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui swakelola
pelaksanaan
(1) |
Pelaksanaan Swakelola tipe I dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(2) |
Pelaksanaan Swakelola tipe II dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(3) |
Pelaksanaan Swakelola tipe III dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Ormas. |
||||||
(4) |
Pelaksanaan Swakelola tipe IV dilakukan berdasarkan Kontrak PPK dengan pimpinan Kelompok Masyarakat. |
||||||
(5) |
Untuk pelaksanaan Swakelola tipe II sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tipe III sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan tipe IV sebagaimana dimaksud pada ayat (4), nilai pekerjaan yang tercantum dalam Kontrak sudah termasuk kebutuhan barang/jasa yang diperoleh melalui Penyedia. |
pembayaran swakelola
pengawasan dan pertanggungjawaban
(1) |
Tim Pelaksana melaporkan kemajuan pelaksanaan Swakelola dan penggunaan keuangan kepada PPK secara berkala. |
(2) |
Tim Pelaksana menyerahkan hasil pekerjaan Swakelola kepada PPK dengan Berita Acara Serah Terima. |
(3) |
Pelaksanaan Swakelola diawasi oleh Tim Pengawas secara berkala. |
pelaksanaan pengadaan barang/jasa melalui penyedia
pelaksanaan pemilihan penyedia
Ketentuan ayat (4) huruf b dan ayat (7) huruf b Pasal 50 diubah, sehingga Pasal 50 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Pelaksanaan pemilihan melalui Tender/Seleksi meliputi:
|
||||||||||||||||
(2) |
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pelaksanaan pemilihan Pekerjaan Konstruksi ditambahkan tahapan Sanggah Banding. |
||||||||||||||||
(3) |
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Seleksi Jasa Konsultansi dilakukan klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran teknis dan biaya setelah masa sanggah selesai. |
||||||||||||||||
(4) |
Pelaksanaan pemilihan melalui Tender Cepat dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||
(5) |
Pelaksanaan E-purchasing wajib dilakukan untuk barang/jasa yang menyangkut pemenuhan kebutuhan nasional dan/atau strategis yang ditetapkan oleh menteri, kepala lembaga, atau kepala daerah. |
||||||||||||||||
(6) |
Pelaksanaan Penunjukan Langsung dilakukan dengan mengundang 1 (satu) Pelaku Usaha yang dipilih, dengan disertai negosiasi teknis maupun harga. |
||||||||||||||||
(7) |
Pelaksanaan Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||
(8) |
Pemilihan dapat segera dilaksanakan setelah RUP diumumkan. |
||||||||||||||||
(9) |
Untuk barang/jasa yang kontraknya harus ditandatangani pada awal tahun, pemilihan dapat dilaksanakan setelah:
|
||||||||||||||||
(10) |
Pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan setelah RUP diumumkan terlebih dahulu melalui aplikasi SIRUP. |
||||||||||||||||
(11) |
Penawaran harga dapat dilakukan dengan metode penawaran harga secara berulang (E-reverse Auction). |
tender/seleksi gagal
Ketentuan Pasal 51 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Prakualifikasi gagal dalam hal:
|
||||||||||||||||||
(2) |
Tender/Seleksi gagal dalam hal:
|
||||||||||||||||||
(3) |
Tender Cepat gagal dalam hal:
|
||||||||||||||||||
(4) |
Prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf h dinyatakan oleh Pokja Pemilihan. |
||||||||||||||||||
(5) |
Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf i dinyatakan oleh PA/KPA. |
||||||||||||||||||
(6) |
Tindak lanjut dari prakualifikasi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pokja Pemilihan segera melakukan prakualifikasi ulang dengan ketentuan:
|
||||||||||||||||||
(7) |
Tindak lanjut dari Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pokja Pemilihan segera melakukan:
|
||||||||||||||||||
(8) |
Evaluasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a, dilakukan dalam hal ditemukan kesalahan evaluasi penawaran.
|
||||||||||||||||||
(9) |
Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, dilakukan untuk Tender/Seleksi gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sampai dengan huruf i. |
||||||||||||||||||
(10) |
Dalam hal Tender/Seleksi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) gagal, Pokja Pemilihan dengan persetujuan PA/KPA melakukan Penunjukan Langsung dengan kriteria:
|
||||||||||||||||||
(11) |
Tindak lanjut dari Tender Cepat gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pokja Pemilihan melakukan reviu penyebab kegagalan Tender Cepat dan melakukan Tender Cepat kembali atau mengganti metode pemilihan lain sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1).
|
pelaksanaan kontrak
(1) |
Pelaksanaan Kontrak terdiri atas:
|
||||||||||||||||||||
(2) |
PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani Kontrak dengan Penyedia, dalam hal belum tersedia anggaran belanja atau tidak cukup tersedia anggaran belanja yang dapat mengakibatkan dilampauinya batas anggaran belanja yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai APBN/APBD. |
pembayaran prestasi pekerjaan
(1) |
Pembayaran prestasi pekerjaan diberikan kepada Penyedia setelah dikurangi angsuran pengembalian uang muka, retensi, dan denda. |
||||||
(2) |
Retensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 5% (lima persen) digunakan sebagai Jaminan Pemeliharaan Pekerjaan Konstruksi atau Jaminan Pemeliharaan Jasa Lainnya yang membutuhkan masa pemeliharaan. |
||||||
(3) |
Dalam hal Penyedia menyerahkan sebagian pekerjaan kepada subkontraktor, permintaan pembayaran harus dilengkapi bukti pembayaran kepada subkontraktor sesuai dengan realisasi pekerjaannya. |
||||||
(4) |
Pembayaran prestasi pekerjaan dapat diberikan dalam bentuk:
|
||||||
(5) |
Pembayaran dapat dilakukan sebelum prestasi pekerjaan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang karena sifatnya dilakukan pembayaran terlebih dahulu sebelum barang/jasa diterima, setelah Penyedia menyampaikan jaminan atas pembayaran yang akan dilakukan. |
||||||
(6) |
Pembayaran dapat dilakukan untuk peralatan dan/atau bahan yang belum terpasang yang menjadi bagian dari hasil pekerjaan yang berada di lokasi pekerjaan dan telah dicantumkan dalam Kontrak. |
||||||
(7) |
Ketentuan mengenai pembayaran sebelum prestasi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
perubahan kontrak
(1) |
Dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis/KAK yang ditentukan dalam dokumen Kontrak, PPK bersama Penyedia dapat melakukan perubahan kontrak, yang meliputi:
|
||||||||
(2) |
Dalam hal perubahan kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan penambahan nilai kontrak, perubahan kontrak dilaksanakan dengan ketentuan penambahan nilai kontrak akhir tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari harga yang tercantum dalam Kontrak awal. |
keadaan kahar
(1) |
Dalam hal terjadi keadaan kahar, pelaksanaan Kontrak dapat dihentikan. |
(2) |
Dalam hal pelaksanaan Kontrak dilanjutkan, para pihak dapat melakukan perubahan kontrak. |
(3) |
Perpanjangan waktu untuk penyelesaian Kontrak disebabkan keadaan kahar dapat melewati Tahun Anggaran. |
(4) |
Tindak lanjut setelah terjadinya keadaan kahar diatur dalam Kontrak. |
penyelesaian kontrak
(1) |
Dalam hal Penyedia gagal menyelesaikan pekerjaan sampai masa pelaksanaan Kontrak berakhir, namun PPK menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan pekerjaan, PPK memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan. |
(2) |
Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat dalam adendum kontrak yang didalamnya mengatur waktu penyelesaian pekerjaan, pengenaan sanksi denda keterlambatan kepada Penyedia, dan perpanjangan Jaminan Pelaksanaan. |
(3) |
Pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat melampaui Tahun Anggaran. |
serah terima hasil pekerjaan
(1) |
Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak, Penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk serah terima barang/jasa. |
(2) |
PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang
diserahkan.
|
(3) |
PPK dan Penyedia menandatangani Berita Acara Serah Terima. |
Ketentuan Pasal 58 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
PPK menyerahkan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 kepada PA/KPA. |
(2) |
Serah terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara. |
pengadaan khusus
pengadaan barang/jasa dalam rangka penanganan keadaan darurat
(1) |
Penanganan keadaan darurat dilakukan untuk
keselamatan/perlindungan masyarakat atau warga
negara Indonesia yang berada di dalam negeri dan/atau
luar negeri yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda dan
harus dilakukan segera.
|
||||||||||
(2) |
Keadaan darurat meliputi:
|
||||||||||
(3) |
Penetapan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||
(4) |
Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi siaga darurat, tanggap darurat, dan transisi darurat ke pemulihan. |
||||||||||
(5) |
Untuk penanganan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PPK menunjuk Penyedia terdekat yang sedang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis atau Pelaku Usaha lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis. |
||||||||||
(6) |
Penanganan keadaan darurat dapat dilakukan dengan penggunaan konstruksi permanen, dalam hal penyerahan pekerjaan permanen masih dalam kurun waktu keadaan darurat. |
||||||||||
(7) |
Penanganan keadaan darurat yang hanya bisa diatasi dengan konstruksi permanen, penyelesaian pekerjaan dapat melewati masa keadaan darurat. |
pengadaan barang/jasa di luar negeri
(1) |
Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan di luar negeri berpedoman pada ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. |
(2) |
Dalam hal ketentuan dalam Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilaksanakan, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa menyesuaikan dengan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa di negara setempat. |
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri setelah berkonsultasi dengan LKPP. |
pengecualian
Ketentuan ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Pasal 61 diubah, serta di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a), sehingga Pasal 61 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Dikecualikan dari ketentuan dalam Peraturan Presiden ini: Perpres 12/2021
|
||||||||
(2) |
Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur tersendiri dengan peraturan pimpinan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah. Perpres 12/2021
|
||||||||
(2a) |
Dalam hal Badan Layanan Umum dan Badan Layanan Umum Daerah belum memiliki peraturan pengadaan barang/jasa tersendiri, pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa pada Badan Layanan Umum dan Badan Layanan Umum Daerah berpedoman pada Peraturan Presiden ini. Perpres 12/2021
|
||||||||
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. Perpres 12/2021
|
penelitian
(1) |
Penelitian dilakukan oleh:
|
||||||||||
(2) |
Penyelenggara penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memiliki kewenangan:
|
||||||||||
(3) |
Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
|
||||||||||
(4) |
Pelaksana penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan hasil kompetisi atau penugasan. |
||||||||||
(5) |
Kompetisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan melalui seleksi proposal penelitian. |
||||||||||
(6) |
Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh penyelenggara penelitian untuk penelitian yang bersifat khusus. |
||||||||||
(7) |
Penelitian dapat menggunakan anggaran belanja dan/atau fasilitas yang berasal dari 1 (satu) atau lebih dari 1 (satu) penyelenggara penelitian. |
||||||||||
(8) |
Penelitian dapat dilakukan dengan kontrak penelitian selama 1 (satu) Tahun Anggaran atau melebihi 1 (satu) Tahun Anggaran. |
||||||||||
(9) |
Pembayaran pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara bertahap atau sekaligus sesuai dengan kontrak penelitian. |
||||||||||
(10) |
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan berdasarkan produk keluaran sesuai ketentuan dalam kontrak penelitian. |
||||||||||
(11) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi. |
tender/seleksi internasional dan dana pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri
(1) |
Tender/Seleksi Internasional dapat dilaksanakan untuk:
|
||||||||
(2) |
Tender/Seleksi Internasional dilaksanakan untuk nilai kurang dari batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dalam hal tidak ada Pelaku Usaha dalam negeri yang mampu dan memenuhi persyaratan. |
||||||||
(3) |
Badan usaha asing yang mengikuti Tender/Seleksi Internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus melakukan kerja sama usaha dengan badan usaha nasional dalam bentuk konsorsium, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya. |
||||||||
(4) |
Badan usaha asing yang melaksanakan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi, harus bekerja sama dengan industri dalam negeri dalam pembuatan suku cadang dan pelaksanaan pelayanan purnajual. |
||||||||
(5) |
Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya yang dilaksanakan melalui Tender/Seleksi Internasional diumumkan dalam situs web Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan situs web komunitas internasional. |
||||||||
(6) |
Dokumen Pemilihan melalui Tender/Seleksi Internasional paling sedikit ditulis dalam 2 (dua) bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. |
||||||||
(7) |
Dalam hal terjadi penafsiran arti yang berbeda terhadap Dokumen Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dokumen yang berbahasa Indonesia dijadikan acuan. |
||||||||
(8) |
Pembayaran Kontrak melalui Tender/Seleksi Internasional dapat menggunakan mata uang rupiah dan/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) |
Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri atau hibah luar negeri berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden ini, kecuali diatur lain dalam perjanjian pinjaman luar negeri atau perjanjian hibah luar negeri. |
(2) |
Proses Pengadaan Barang/Jasa untuk kegiatan yang pendanaannya bersumber dari pinjaman luar negeri dapat dilaksanakan sebelum disepakatinya perjanjian pinjaman luar negeri (advance procurement). |
(3) |
Dalam menyusun perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikonsultasikan kepada LKPP. |
usaha kecil, produk dalam negeri, dan pengadaan berkelanjutan
peran serta usaha kecil dan koperasi
Ketentuan Pasal 65 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Usaha kecil terdiri atas Usaha Mikro dan Usaha Kecil. |
(2) |
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib menggunakan produk usaha kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri. |
(3) |
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mengalokasikan paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari nilai anggaran belanja barang/jasa Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. |
(4) |
Paket pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai Pagu Anggaran sampai dengan Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) diperuntukan bagi usaha kecil dan/atau koperasi. |
(5) |
Nilai Pagu Anggaran pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan untuk paket pekerjaan yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha kecil dan koperasi. |
(6) |
Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi dan usaha kecil dan Pemerintah Daerah memperluas peran serta usaha kecil dan koperasi dengan mencantumkan barang/jasa produksi usaha kecil dan koperasi dalam katalog elektronik. |
(7) |
Penyedia usaha nonkecil atau koperasi yang melaksanakan pekerjaan melakukan kerja sama usaha dengan usaha kecil dan/atau koperasi dalam bentuk kemitraan, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya, jika ada usaha kecil atau koperasi yang memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan. |
(8) |
Kerja sama dengan usaha kecil dan/atau koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dicantumkan dalam Dokumen Pemilihan. |
penggunaan produk dalam negeri
Ketentuan ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Pasal 66 diubah, dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3a), sehingga Pasal 66 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional. |
||||
(2) |
Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40% (empat puluh persen). Perpres 12/2021
|
||||
(3) |
Nilai TKDN dan BMP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Perpres 12/2021
|
||||
(3a) |
Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada tahap Perencanaan Pengadaan, Persiapan Pengadaan, atau Pemilihan Penyedia. Perpres 12/2021
|
||||
(4) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) dicantumkan dalam RUP, spesifikasi teknis/KAK, dan Dokumen Pemilihan. Perpres 12/2021
|
||||
(5) |
Pengadaan barang impor dapat dilakukan, dalam hal:
|
||||
(6) |
LKPP dan/atau Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah memperbanyak pencantuman produk dalam negeri dalam katalog elektronik. |
Ketentuan Pasal 67 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Preferensi harga merupakan insentif bagi produk dalam negeri pada pemilihan Penyedia berupa kelebihan harga yang dapat diterima. |
||||||||||||
(2) |
Preferensi harga diberlakukan untuk pengadaan Barang/Jasa dengan nilai HPS paling sedikit di atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
||||||||||||
(3) |
Preferensi harga diberikan pada pengadaan Barang dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||
(4) |
Untuk Pekerjaan Konstruksi pada metode pemilihan Tender Internasional, preferensi harga diberikan paling tinggi 7,5% (tujuh koma lima persen) kepada badan usaha nasional di atas harga penawaran terendah dari badan usaha asing. |
pengadaan berkelanjutan
(1) |
Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan. |
||||||
(2) |
Aspek berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
||||||
(3) |
Pengadaan Berkelanjutan dilaksanakan oleh:
|
pengadaan barang/jasa secara elektronik
pengadaan barang/jasa secara elektronik
(1) |
Penyelenggaraan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan secara elektronik menggunakan sistem informasi yang terdiri atas Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan sistem pendukung. |
(2) |
LKPP mengembangkan SPSE dan sistem pendukung. |
(1) |
Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik dengan memanfaatkan E-marketplace. |
||||||
(2) |
E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa menyediakan infrastruktur teknis dan layanan dukungan transaksi bagi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan Penyedia berupa:
|
||||||
(3) |
LKPP mempunyai kewenangan untuk mengembangkan, membina, mengelola, dan mengawasi penyelenggaraan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa. |
||||||
(4) |
Dalam rangka pengembangan dan pengelolaan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa, LKPP dapat bekerja sama dengan UKPBJ dan/atau Pelaku Usaha. |
||||||
(5) |
Dalam rangka pengembangan E-marketplace sebagaimana dimaksud pada ayat (4), LKPP menyusun dan menetapkan peta jalan pengembangan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa. |
(1) |
Ruang lingkup SPSE terdiri atas:
|
||||||||||||||
(2) |
SPSE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki interkoneksi dengan sistem informasi perencanaan, penganggaran, pembayaran, manajemen aset, dan sistem informasi lain yang terkait dengan SPSE. |
||||||||||||||
(3) |
Sistem pendukung SPSE meliputi:
|
Ketentuan ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) Pasal 72 diubah, serta ayat (4) Pasal 72 dihapus, sehingga Pasal 72 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Katalog elektronik dapat berupa katalog elektronik nasional, katalog elektronik sektoral, dan katalog elektronik lokal. |
(2) |
Katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi berupa daftar, jenis, spesifikasi teknis, TKDN, produk dalam negeri, produk SNI, produk ramah lingkungan hidup, negara asal, harga, Penyedia, dan informasi lainnya terkait barang/jasa. Perpres 12/2021
|
(3) |
Pengelolaan katalog elektronik dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah atau LKPP. Perpres 12/2021
|
(4) | |
(5) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan katalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. Perpres 12/2021
|
Di antara Pasal 72 dan Pasal 73 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 72A sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Barang/jasa yang ditransaksikan melalui Toko Daring memiliki kriteria:
|
||||||
(2) |
Barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditayangkan pada katalog elektronik. |
||||||
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai Toko Daring diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga. |
layanan pengadaan secara elektronik
(1) |
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah menyelenggarakan fungsi layanan pengadaan secara elektronik. |
||||||
(2) |
Fungsi layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
||||||
(3) |
LKPP menetapkan standar layanan, kapasitas, dan keamanan informasi SPSE dan sistem pendukung. |
||||||
(4) |
LKPP melakukan pembinaan dan pengawasan layanan pengadaan secara elektronik. |
||||||
(5) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Lembaga. |
sumber daya manusia dan kelembagaan
sumber daya manusia pengadaan barang/jasa
Ketentuan Pasal 74 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa terdiri atas:
|
||||||
(2) |
Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan fungsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. |
||||||
(3) |
Sumber Daya Perancang Kebijakan dan Sistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan perancangan kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa. |
||||||
(4) |
Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai keahlian tertentu dalam mendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. |
||||||
(5) |
Ketentuan mengenai Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Di antara Pasal 74 dan Pasal 75 disisipkan 2 (dua) pasal yakni Pasal 74A dan Pasal 74B sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
|
||||
(2) |
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan. |
||||
(3) |
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dapat ditugaskan sebagai PPK, membantu tugas PA/KPA, melaksanakan persiapan pencantuman barang/jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa. |
||||
(4) |
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikecualikan untuk Kementerian/Lembaga dalam hal:
|
||||
(5) |
Dalam hal pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pengelolaan pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. |
||||
(6) |
Personel Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa. |
||||
(7) |
Dalam hal Personel Lainnya belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib memiliki sertifikat Pengadaan Barang/Jasa tingkat dasar/level-1. |
||||
(8) |
Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa berkedudukan di UKPBJ. |
||||
(9) |
Atas dasar pertimbangan kewenangan, Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa yang ditugaskan sebagai PPK dapat berkedudukan di luar UKPBJ. |
(1) |
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa menyusun rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. |
||||
(2) |
Dalam hal jumlah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum mencukupi sesuai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:
|
||||
(3) |
Dalam hal Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, sampai tersedianya Pengelola Pengadaan berdasarkan rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud ayat (1), pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan dilaksanakan oleh:
|
||||
(4) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga. |
kelembagaan pengadaan barang/jasa
Ketentuan ayat (1) Pasal 75 diubah, di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), dan ketentuan Pasal 75 ditambahkan 3 (tiga) ayat yakni ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), sehingga Pasal 75 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah membentuk UKPBJ yang memiliki tugas menyelenggarakan dukungan pengadaan barang/jasa pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Perpres 12/2021
|
||||||||||
(2) |
Dalam rangka pelaksanaan tugas UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), UKPBJ memiliki fungsi:
|
||||||||||
(3) |
UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk struktural dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||
(3a) |
Kepala UKPBJ wajib memenuhi standar kompetensi jabatan yang mencakup kompetensi teknis di bidang Pengadaan Barang/Jasa. Perpres 12/2021
|
||||||||||
(4) |
Fungsi pengelolaan layanan pengadaan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat dilaksanakan oleh unit kerja terpisah. |
||||||||||
(5) |
Pembentukan UKPBJ sebagaimana dimaksud ayat (1) dikecualikan bagi Lembaga yang tidak memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ. Perpres 12/2021
|
||||||||||
(6) |
UKPBJ Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah melaksanakan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ untuk menuju pusat keunggulan Pengadaan Barang/Jasa. Perpres 12/2021
|
||||||||||
(7) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga yang tidak memenuhi kriteria untuk membentuk UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan pelaksanaan peningkatan kapabilitas UKPBJ melalui model kematangan UKPBJ sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga. Perpres 12/2021
|
pengawas, pengaduan, sanksi, dan pelayanan hukum
pengawasan internal
(1) |
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah wajib melakukan pengawasan Pengadaan Barang/Jasa melalui aparat pengawasan internal pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah masing-masing. |
||||||||||||
(2) |
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan whistleblowing system. |
||||||||||||
(3) |
Pengawasan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sejak perencanaan, persiapan, pemilihan Penyedia, pelaksanaan Kontrak, dan serah terima pekerjaan. |
||||||||||||
(4) |
Ruang lingkup pengawasan Pengadaan Barang/Jasa meliputi:
|
||||||||||||
(5) |
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan bersama dengan kementerian teknis terkait dan/atau lembaga yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional. |
||||||||||||
(6) |
Hasil pengawasan digunakan sebagai alat pengendalian pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. |
pengaduan oleh masyarakat
(1) |
Masyarakat menyampaikan pengaduan kepada APIP disertai bukti yang faktual, kredibel, dan autentik. |
(2) |
Aparat Penegak Hukum meneruskan pengaduan masyarakat kepada APIP untuk ditindaklanjuti. |
(3) |
APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menindaklanjuti pengaduan sesuai kewenangannya. |
(4) |
APIP melaporkan hasil tindak lanjut pengaduan kepada menteri/kepala lembaga/kepala daerah. |
(5) |
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah melaporkan kepada instansi yang berwenang, dalam hal diyakini adanya indikasi KKN yang merugikan keuangan negara. |
(6) |
Menteri/kepala lembaga/kepala daerah memfasilitasi masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. |
(7) |
LKPP mengembangkan sistem pengaduan Pengadaan Barang/Jasa. |
sanksi
Ketentuan Pasal 78 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Dalam hal peserta pemilihan:
|
||||||||||||||
(2) |
Dalam hal pemenang pemilihan mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima sebelum penandatanganan Kontrak, pemenang pemilihan dikenai sanksi administratif. |
||||||||||||||
(3) |
Dalam hal Penyedia:
|
||||||||||||||
(4) |
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa:
|
||||||||||||||
(5) |
Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada:
|
(1) |
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf a ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan. |
(2) |
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf b ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan. |
(3) |
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf c dan Pasal 78 ayat (5) huruf d, ditetapkan oleh PA/KPA atas usulan PPK. |
(4) |
Pengenaan sanksi denda keterlambatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (5) huruf f ditetapkan oleh PPK dalam Kontrak sebesar 1‰ (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan. |
(5) |
Nilai kontrak atau nilai bagian kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). |
(6) |
Sanksi Daftar Hitam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku sejak ditetapkan. |
Ketentuan ayat (1) huruf c dan huruf e Pasal 80 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Perbuatan atau tindakan peserta pemilihan yang dikenakan sanksi dalam proses katalog berupa :
|
||||||||||
(2) |
Perbuatan atau tindakan Penyedia yang dikenakan sanksi dalam proses E-purchasing berupa tidak memenuhi kewajiban dalam kontrak pada katalog elektronik atau surat pesanan. |
||||||||||
(3) |
Perbuatan atau tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan:
|
||||||||||
(4) |
Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada:
|
||||||||||
(5) |
Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah atas usulan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan/Agen Pengadaan dan/atau PPK. |
Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 82 diubah, sehingga Pasal 82 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Sanksi administratif dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang lalai melakukan suatu perbuatan yang menjadi kewajibannya. Perpres 12/2021
|
(2) |
Pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian/pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(3) |
Sanksi hukuman disiplin ringan, sedang, atau berat dikenakan kepada PA/KPA/PPK/Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan yang terbukti melanggar pakta integritas berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Peradilan Umum, atau Peradilan Tata Usaha Negara. Perpres 12/2021
|
daftar hitam nasional
Ketentuan ayat (1) Pasal 83 diubah, sehingga pasal 83 berbunyi sebagai berikut:
(1) |
PA/KPA menayangkan informasi peserta pemilihan/Penyedia yang dikenakan Sanksi Daftar Hitam dalam Daftar Hitam Nasional. Perpres 12/2021
|
(2) |
LKPP menyelenggarakan Daftar Hitam Nasional. |
pelayanan hukum bagi pelaku pengadaan barang/jasa
(1) |
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan hukum kepada Pelaku Pengadaan Barang/Jasa dalam menghadapi permasalahan hukum terkait Pengadaan Barang/Jasa. |
(2) |
Pelayanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan. |
(3) |
Pelaku Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Penyedia, Ormas, kelompok masyarakat penyelenggara swakelola, dan Pelaku Usaha yang bertindak sebagai Agen Pengadaan. |
penyelesaian sengketa kontrak
Ketentuan Pasal 85 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) |
Penyelesaian sengketa Kontrak antara PPK dan Penyedia dalam pelaksanaan Kontrak dapat dilakukan melalui:
|
||||||||
(2) |
Layanan penyelesaian sengketa Kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh LKPP. |
||||||||
(3) |
Ketentuan mengenai Dewan Sengketa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. |
ketentuan lain-lain
(1) |
Menteri/kepala lembaga dapat menindaklanjuti pelaksanaan Peraturan Presiden ini untuk pengadaan yang dibiayai APBN dengan peraturan menteri/peraturan kepala lembaga. |
(2) |
Kepala Daerah dapat menindaklanjuti pelaksanaan Peraturan Presiden ini untuk pengadaan yang dibiayai APBD dengan peraturan daerah/peraturan kepala daerah. |
(1) |
LKPP mengembangkan sistem dan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan, dengan mempertimbangkan tujuan, kebijakan, prinsip, dan etika Pengadaan Barang/Jasa. |
(2) |
Hasil pengembangan sistem dan kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Kepala Lembaga. |
ketentuan peralihan
a. |
Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a paling lambat 31 Desember 2020; |
b. |
PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023; |
c. |
PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh personel lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf c wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023; |
d. |
PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023. |
1. |
Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan dilakukan sebelum tanggal 1 Juli 2018 dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. |
2. |
Kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak. |
(1) |
Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang industri pertahanan. |
(2) |
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai syarat dan tata cara pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum ada, Pengadaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini. |
ketentuan penutup
(1) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk Kontrak dan dokumen pendukung Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 untuk pendanaan yang bersumber dari APBN, dan pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai dokumen pendukung Kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 untuk pendanaan yang bersumber dari APBD, dan pemberian kesempatan kepada Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan pendidikan tinggi paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak Peraturan Presiden ini diundangkan. |